Prof Budi Frensidy: Pinjaman Daring, Lintah Darat yang Dilegalkan

Pinjaman Daring, Lintah Darat yang Dilegalkan

Oleh: Prof. Dr. Budi Frensidy, Guru Besar FEB Universitas Indonesia

Dengan memperbolehkan perusahaan pinjaman daring mematok bunga tinggi, bisa 12 persen sebulan, berarti OJK merestui lintah darat secara resmi. Banyak orang yang terjerat iming-iming kredit tanpa agunan ini.

Kompas.id – (3/10/2023) Industri jasa keuangan digital, khususnya peer to peer (P2P) lending yang lebih dikenal dengan pinjaman daring atau online, kembali ramai dipergunjingkan. Sebuah perusahaan pinjaman daring diduga meneror nasabahnya yang tidak mampu membayar utangnya sampai si nasabah mengakhiri hidupnya.

Cerita yang beredar, korban meminjam ke PT A sebesar Rp9,4 juta, tetapi harus mengembalikan Rp18 juta-Rp19 juta. Ketika korban tidak bisa membayar, dia diteror hingga dipecat dari tempatnya bekerja dan akhirnya bunuh diri.

Dalam pembelaannya, PT A mengatakan telah mengikuti ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu mengenakan bunga tidak lebih dari 0,4 persen per hari atau 12 persen per bulan. Bunga keterlambatan harian juga dipatok 1,2 persen per hari.

Dengan bunga 12 persen sebulan, setahun menjadi 144 persen secara bunga sederhana dan menjadi 290 persen per tahun jika menggunakan bunga majemuk dan inilah bunga yang sebenarnya terjadi. Utang sebesar Rp1 juta akan menjadi dua kali lipat dalam enam bulan dan Rp3,9 juta dalam setahun dengan bunga 12 persen sebulan.

Itu belum memperhitungkan bunga keterlambatan yang tiga kali lipat dari bunga harian. Dengan OJK memperkenankan bunga setinggi ini, berarti OJK merestui perusahaan pinjaman daring menjadi lintah darat resmi.

Kasus di atas menambah panjang korban pinjaman daring yang berakhir tragis. Sebelumnya, pada 2019, seorang sopir taksi juga ditemukan gantung diri karena terlilit utang pinjaman daring yang hanya sebesar Rp500.000. Kasus gantung diri karena pinjaman daring juga terjadi di Depok dan Bojonegoro pada 2020 dan 2021.

Kemudian, pada 2022 sebanyak 121 mahasiswa IPB University juga terjerat 197 kasus pinjaman daring sebesar Rp650 juta. Terakhir Agustus lalu, kita juga membaca seorang mahasiswa UI membunuh yuniornya karena terjerat pinjaman daring akibat kerugian kripto.

Catatan dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, sekitar 70 persen peminjam adalah lulusan SMA dan sederajat dengan penghasilan Rp1 juta hingga Rp5 juta. Hampir pasti mereka tidak mempunyai akses ke pinjaman bank yang bunganya rendah, bahkan berutang via kartu kredit yang berbunga 2–3 persen sebulan. Untuk mereka yang tidak bankable ini, pinjaman uang tanpa syarat agunan yang ditawarkan pinjaman daring menjadi solusi praktis untuk masalah keuangan yang mereka hadapi.

KTA selalu berbunga tinggi

Kredit tanpa agunan (KTA) sejatinya sudah ada lama di negeri ini. Lima hingga sepuluh tahun lalu, kita sering menerima SMS atau telepon tawaran kredit tanpa agunan (KTA) langsung dari bank. Jauh sebelum itu ada utang kartu kredit. Limit kartu kredit menjadi batas maksimum seseorang dapat meminjam dari bank penerbit tanpa harus menaruh agunan.

Menjamurnya perusahaan fintech yang menawarkan kemudahan pinjaman secara online membuat pamor KTA bank dan utang kartu kredit meredup. Pinjaman daring dan paylater sejatinya KTA juga. Bedanya, pinjaman daring dan paylater ditawarkan melalui platform digital oleh perusahaan teknologi finansial (tekfin).

Dengan adanya pinjaman daring, berutang menjadi jauh lebih mudah dan cepat. Hampir setiap orang, walaupun tidak mempunyai harta tetap, kini dapat meminjam. Ini berbeda dengan utang kartu kredit. Bank hanya mau menerbitkan kartu kredit kepada mereka yang layak secara finansial. Sebelum kartu kredit diterbitkan pertama kali di negeri ini oleh Bank Duta di akhir 1980-an, meminjam selalu harus dengan agunan. Tidak ada agunan, tidak ada pinjaman.Sepintas pinjaman daring kelihatan begitu menarik dan menggoda. Tidak ada risiko yang dihadapi peminjam karena tidak ada harta tetap debitur yang dapat disita dan dilelang kreditur. Karena itu, banyak peminjam mengambilnya bukan untuk tujuan mendesak, tetapi untuk konsumsi atau bahkan spekulasi seperti judi daring. Pandangan mengambil pinjaman daring sangat menguntungkan sesungguhnya tidak tepat. Cobalah memandangnya dari sisi pemberi pinjaman.

Di mata kreditur, produk ini sangat berisiko walaupun beberapa sudah memanfaatkan SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan) OJK untuk proses persetujuan kreditnya. Kecuali program bantuan pemerintah untuk kaum ekonomi lemah dan usaha mikro mestinya tidak ada bank dan perusahaan pembiayaan yang bersedia menyalurkan kredit tanpa pengaman dan ikatan yang diperlukan.

Prinsip dasar pemberian kredit dan pengelolaan bank dan perusahaan pembiayaan di mana pun sama, yaitu harus hati-hati dan prudent. Sudah bukan rahasia jika bisnis pinjam-meminjam dari dulu hingga sekarang selalu saja berisiko tinggi.

Tanpa agunan, untuk memperoleh spread atau net interest margin, yaitu selisih suku bunga kredit dan suku bunga simpanan 5 persen, bank dan perusahaan pembiayaan harus bersedia menghadapi kemungkinan 100 persen dananya tidak kembali. Hampir tidak ada bisnis lain yang risiko kerugiannya setinggi ini. Kebobolan uang hingga 100 persen ini tidak terjadi jika bank atau perusahaan pembiayaan memegang agunan.

Realitasnya, dengan prinsip teliti dan ketat saja, kredit macet perbankan kita kadang mencapai batas maksimal yang ditetapkan bank sentral. Apalagi jika ketentuan tentang agunan ini dilonggarkan. Tanpa adanya agunan bernilai material yang dapat direalisasikan untuk mengurangi kerugian kredit yang disalurkan, kreditur hanya akan menjadi lembaga nirlaba dan sulit untung.

Jika kredit macet 5 persen, dan spread 5 persen, hitungannya adalah 95 persen debitur bank memberikan keuntungan kotor sebesar rata-rata 5 persen, sementara 5 persen dari penerima kredit merugikan sampai 100 persen. Dengan demikian, keuntungan kotor bank dari usaha pinjam-meminjam ini akan menjadi 95 persen (5 persen)–5 persen (100 persen) atau –0,25 persen. Ini baru laba kotor. Laba bersih tentu akan lebih buruk lagi.

Itulah yang terjadi dengan 13 penyelenggara teknologi finansial hingga awal September lalu. Pinjam Gampang mencatatkan kredit macet atau tingkat wanprestasi di atas 90 hari hingga 77 persen, TaniFund 63,93 persen, Link Aja Modalin (iGrow) 46,56 persen, sementara 10 perusahaan lainnya 5,16 persen hingga 33,12 persen. Bukannya untung, pemberi pinjaman justru buntung.

Menyadari besarnya risiko pinjaman daring ini, sangat beralasan jika bunganya dipatok tinggi sesuai kredo high risk, high return. Namun, bunga hingga 0,4 persen per hari sangat mencekik leher. Dibandingkan dengan bunga kredit beragunan seperti kredit modal kerja, kredit investasi, KPR, KPA, kredit multiguna, bahkan utang kartu kredit, suku bunga ini beberapa kali lipatnya. Yang punya agunan mendapat bunga rendah, sementara yang tidak punya harus membayar bunga sangat tinggi karena hanya bisa mengambil pinjaman daring. Tidak ada alternatif pembiayaan lain untuk mereka. Ini tidak fair tetapi itulah yang terjadi di dunia keuangan.

Bom waktu

Mestinya KTA, apa pun bentuk dan namanya, tidak ditawarkan untuk semua orang. Kredit ini mestinya hanya untuk para karyawan perusahaan yang payroll atau penggajian bulanannya menggunakan bank, dan angsuran utang dilakukan dengan auto debet dengan persetujuan dan sepengetahuan dia dan perusahaannya. Inilah KTA yang tidak begitu berisiko. Suku bunga yang dikenakan karenanya menjadi manusiawi.

Dengan siapa saja bisa mengambil pinjaman daring, tidak mengagetkan jika banyak peminjam terlilit utang. Tanpa penghasilan tetap yang memadai, kapasitas membayar utang juga terbatas. Mereka pun sulit untuk memiliki harta tetap.

Itulah yang dituliskan Credit Suisse Research Institute dalam Global Wealth Report 2023 bahwa 10 persen penduduk termiskin kita tidak mempunyai harta. Utang desil terbawah dalam distribusi kekayaan nasional ini lebih besar daripada asetnya sehingga share mereka menjadi –0,1 persen. Desil kedua dari bawah sedikit lebih baik dengan memiliki 0,3 persen dari kekayaan nasional.

Sudah bisa ditebak, mereka hanya akan pasang badan jika kreditnya berakhir macet walaupun diancam akan dipermalukan dan diviralkan beritanya. Beberapa yang tidak kuat diteror akhirnya menyerah. Kita sedih mendengarnya, tetapi korban baru akan terus berjatuhan. Sudah waktunya otoritas dan regulator mengambil langkah preventif sehingga kisah sedih ini tidak terulang.

Sumber: https://www.kompas.id/baca/opini/2023/10/01/pinjol-lintah-darat-yang-dilegalkan